Kawasan hutan di Indonesia tidak hanya berperan penting sebagai sumber daya alam untuk sektor kehutanan, tetapi juga bermanfaat untuk berbagai kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan. Beberapa contoh kegiatan yang memanfaatkan kawasan hutan untuk tujuan non-kehutanan antara lain pembangunan tempat ibadah, wisata rohani, pemakaman, pertambangan, instalasi pembangkit energi, jaringan telekomunikasi, jalan tol, waduk, bendungan, fasilitas umum, serta prasarana pertahanan dan keamanan.
Namun, untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut tidak merusak ekosistem hutan, penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan non-kehutanan hanya diperbolehkan pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung, dengan syarat harus melalui izin resmi yang disebut Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Apa itu IPPKH?
IPPKH adalah izin yang diberikan kepada pihak yang ingin menggunakan kawasan hutan untuk kegiatan pembangunan yang tidak termasuk dalam sektor kehutanan, tanpa mengubah fungsi asli dari kawasan hutan tersebut. Sebagai contoh, pembangunan jalan tol atau waduk yang melintasi kawasan hutan akan memerlukan IPPKH agar kegiatan tersebut tetap sah secara hukum dan tidak merusak fungsi kawasan hutan.
Baca Juga: Perizinan Berusaha melalui OSS: Pemahaman dan Tanggung Jawab Hukum
Syarat untuk Mendapatkan IPPKH
Untuk mengajukan permohonan IPPKH, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon, antara lain:
- Jenis Pemohon: Pemohon IPPKH dapat berupa Menteri, Gubernur, Walikota, pimpinan badan hukum atau badan usaha, atau individu, kelompok orang, serta masyarakat yang memiliki kepentingan untuk memanfaatkan kawasan hutan.
- Luas Kawasan yang Dapat Diajukan:
- Untuk kegiatan pertambangan pada kawasan hutan produksi yang sudah dibebani izin pemanfaatan hutan, luas kawasan yang dapat diajukan untuk IPPKH paling banyak 10% dari luas izin pemanfaatan hutan yang sudah ada.
- Untuk kegiatan di pulau kecil, luas IPPKH dapat dipertimbangkan paling banyak 10% dari luas kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang ada di pulau tersebut.
- Persyaratan Teknis: Pemohon harus melengkapi dokumen-dokumen seperti izin lingkungan, dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), atau UKL-UPL untuk kegiatan yang diwajibkan menyusun dokumen tersebut. Selain itu, ada juga persyaratan teknis lainnya seperti:
- Akta pendirian perusahaan
- Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
- Peta lokasi areal yang diajukan
- Persyaratan Administrasi: Berbagai dokumen administrasi juga perlu diserahkan, seperti:
- Izin usaha yang relevan dengan kegiatan (misalnya, Izin Usaha Pertambangan)
- Laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit
- Surat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi kewajiban dan menanggung biaya terkait permohonan IPPKH.
Prosedur Pengajuan IPPKH
Setelah memenuhi semua persyaratan yang diperlukan, pemohon dapat mengajukan permohonan IPPKH melalui prosedur berikut:
- Pemohon mengajukan permohonan secara tertulis dengan melampirkan semua dokumen persyaratan.
- Petugas dari Kementerian Kehutanan memeriksa kelengkapan dokumen. Jika dokumen belum lengkap atau ada kesalahan, permohonan akan dikembalikan untuk dilengkapi.
- Kepala Dinas terkait memberikan disposisi dan tindak lanjut untuk memproses permohonan.
- Proses pemeriksaan dilanjutkan dengan melibatkan kepala bidang dan kepala seksi yang memeriksa kelengkapan dokumen serta memberikan pertimbangan teknis terkait penggunaan kawasan hutan.
- Petugas menyusun draf naskah izin yang akan diberikan kepada pemohon.
- Setelah draf naskah izin disetujui oleh kepala dinas, dokumen izin tersebut akan diberi nomor dan tanggal sebelum diserahkan kepada pemohon.
- Pemohon menerima naskah izin IPPKH yang sah.
Prosedur ini membutuhkan waktu sekitar 11 hari kerja setelah permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dan benar.
Kesimpulan
IPPKH adalah mekanisme penting yang memungkinkan kegiatan pembangunan non-kehutanan tetap berlangsung dengan memperhatikan kelestarian fungsi kawasan hutan. Melalui pengajuan izin yang sesuai dengan prosedur dan memenuhi semua persyaratan yang berlaku, penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan dapat dilakukan dengan lebih bertanggung jawab dan menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam.